Sumber:
Suara
Muhammadiyah
Edisi
16 2002
Salah
seorang santri Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah terjun ke lapangan
mengikuti mubaligh hijrah di daerah tandus perbukitan Gunung Kidul. Sejak tahun
l999 hingga sekarang malang melintang dari desa ke desa melakukan dakwah Islam,
daerah yang gersang tidak mematahkan semangat dalam menjalankan misi dakwah
Muhammadiyah, yakni menghilangkan perbuatan musyrik, tahayul, syirik, percaya pada jimat, mistik
dan ajaran kristenisasi. Semua perbuatan
yang seperti itu dia ganti dan ia pun giat
berjuang mengembalikan kepada ajaran Islam yang murni dengan melawan
kemusyrikan dan pemurtadan..
Perbuatan dan amalan seperti itu
telah berjalan bertahun-tahun dan
berkembang di masyarakat Gunung Kidul khususnya di kecamatan Rongkop dan Giri
Subo yang masih tergolong daerah
terisolir dengan jumlah penduduknya
sekitar 59.573 jiwa, letaknya arah
tenggara Kabupaten Gunung Kidul kurang lebih 35 Km dari kota Wonosari.
“Banyak
tantangan dan hambatan muncul ketika melakukan dakwah di desa terpencil, karena
tradisi masyarakat disana masih mepercayai mahluk halus, mengkeramatkan keris,
pusaka, kuburan, pohon beringin, pohon asem, sungai dan laut selatan,” kata Ahmad Sujino Ibnu Syariat kelahiran l6
Mei l977 di Ogan Kemiring ulu, Sumsel.
Putra ke lima dari 8 bersaudara ini setelah
menamatkan sekolah Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM) Metro Lampung Tengah,
langsung hijrah ke Yogyakarta masuk Pendidikan Ulama Tarjih sekarang memasuki
semester IV, dan menjabat sebagai ketua Ikatan Mahasiswa Tarjih
Muhammadiyah serta sebagai anggota Corp
Dakwah Pedesaan (CDP). Yang paling terkesan adalah ketika dirinya dijuluki Kyai
tiban oleh masyarakat setempat, karena bisa mengobati berbagai penyakit, liver,
paru-paru, darah tinggi, masuk angin dan kesurupan dan mengusir lelembut serta
setan. Dengan melafalkan doa, ayat kursi, surat Yasin, al-Alaq, Annas, dan
al-Ikhlas. Tak cuma itu Ahmad Sujino juga dipercaya oleh ibu-ibu yang sedang
hamil antara 6- 8 bulan untuk memberikan nama –nama yang Islami kepada anaknya
yang akan dilahirkan. Ada lima bayi yang dia beri nama : Fachrul Arifin, Lutfi
Rasyidah, Cholisatun Nikmah, dan dua bayi kembar bernama Chofifah dan Afifah.
Kegiatan lain adalah mensyahadatkan massal bagi penduduk desa Semugih, Petir, Nglindur,
Tileng, Jeruk Wudel, Karangawen, Jepitu, Bohol, dan Pucung. Di samping itu juga
mempelopori walimahan atau pernikahan yang Islami, temanten lelaki dan
perempuan sebelum bersanding dihadapan naib, harus bisa menghafal 10 surat Jus
Amma.
Bahkan
Sujino bekerjasama dengan Corp Dawah Pedesaan (CDP), dalam memperingati hari
besar Islam seperti Maulid Nabi, Isro’Mi’roj dengan mengadakan khitanan massal,
bantuan air bersih dan training ibadah praktis bagi remaja dan pemuda seperti
praktek memandikan jenazah, mengkafani dan menshalatkan, kursus jadi imam dan khatib, pemberantasn
judi dan Narkoba kerjasama dengan Polsek Rongkop bakti sosial berupa pembagian
alat sholat, berupa sarung, rukuh, peci dan sajadah dan lain sebagainya.
Yang
menjadi tantangan nyata adalah wilayah yang dia garap secara geografis termasuk
wilayah yang gersang, rawan konflik, masyarakatnya masih takut dengan Islam
(Islamophobia), berkembangnya sinkritisme bagi penduduk desa, dan adanya misi Hindu kejawen yang motori oleh
seorang profesor, misi Kristen yang dipelopori para misiorais dan Mahasiswa KKN
dari Universitas Katolik Atmajaya, serta
misi door to door dari yayasan Gloria.”Misi dakwah yang kami jalankan sering
bersinggungan dengan kelompok mereka. Tapi berkat bantuan dari tokoh masyarakat
setempat, dari PCM Rongkop, PDM Gunung Kidul masih dibekali surat Tugas dari
PUTM, surat izin mubaligh dari Kanwil Depag DIY dan surat jalan dari Kantor
Polsek setempat, kami tidak ragu-ragu lagi dalam berdakwah,” katanya.
Untuk
terjun ke desa, Sujino mendapat pinjaman
sepeda motor milik Bapak Sukasno, BA, pegawai Depnaker dan ketua Majelis
Tabligh PDM Gunung Kidul sejak l999- sekarang. Bahkan dari CDP juga memberikan
subsidi uang makan, minum dan transportasi sebesar Rp 10.000,-per hari.
Kendala
yang sering dihadapi adalah hujan, ban kempes malam hari, terkadang harus
menuntun motor sejauh 5-8 Km jalan berbatu, bekal habis, masih dicela
masyarakat sekitar yang tidak setuju dengan kegiatannya berdakwah. Biasanya
Sujino menginap dan menyusun jadwal dakwah di Giri Subo atau di Rongkop. Tentu
saja aktivitas Sujino di lapangan ini selalu dipantau oleh Drs. H. Gozali Mukri
Direktur PUTM dari kampusnya di Daengan, Gedong Kiwo MJ I/735 B Yogyakarta. Ton
Martono