Minggu, 26 Oktober 2014


Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 16 2002
 
Salah seorang santri Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah terjun ke lapangan mengikuti mubaligh hijrah di daerah tandus perbukitan Gunung Kidul. Sejak tahun l999 hingga sekarang malang melintang dari desa ke desa melakukan dakwah Islam, daerah yang gersang tidak mematahkan semangat dalam menjalankan misi dakwah Muhammadiyah, yakni menghilangkan perbuatan musyrik,  tahayul, syirik, percaya pada jimat, mistik dan ajaran  kristenisasi. Semua perbuatan yang seperti itu dia ganti dan ia pun giat  berjuang mengembalikan kepada ajaran Islam yang murni dengan melawan kemusyrikan dan pemurtadan..  Perbuatan  dan amalan seperti itu telah berjalan bertahun-tahun  dan berkembang di masyarakat Gunung Kidul khususnya di kecamatan Rongkop dan Giri Subo yang  masih tergolong daerah terisolir dengan  jumlah penduduknya sekitar 59.573 jiwa, letaknya  arah tenggara Kabupaten Gunung Kidul kurang lebih 35 Km dari kota Wonosari.
“Banyak tantangan dan hambatan muncul ketika melakukan dakwah di desa terpencil, karena tradisi masyarakat disana masih mepercayai mahluk halus, mengkeramatkan keris, pusaka, kuburan, pohon beringin, pohon asem, sungai dan laut selatan,”  kata Ahmad Sujino Ibnu Syariat kelahiran l6 Mei l977 di Ogan Kemiring ulu, Sumsel.
 Putra ke lima dari 8 bersaudara ini setelah menamatkan sekolah Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM) Metro Lampung Tengah, langsung hijrah ke Yogyakarta masuk Pendidikan Ulama Tarjih sekarang memasuki semester IV, dan menjabat sebagai ketua Ikatan Mahasiswa Tarjih Muhammadiyah  serta sebagai anggota Corp Dakwah Pedesaan (CDP). Yang paling terkesan adalah ketika dirinya dijuluki Kyai tiban oleh masyarakat setempat, karena bisa mengobati berbagai penyakit, liver, paru-paru, darah tinggi, masuk angin dan kesurupan dan mengusir lelembut serta setan. Dengan melafalkan doa, ayat kursi, surat Yasin, al-Alaq, Annas, dan al-Ikhlas. Tak cuma itu Ahmad Sujino juga dipercaya oleh ibu-ibu yang sedang hamil antara 6- 8 bulan untuk memberikan nama –nama yang Islami kepada anaknya yang akan dilahirkan. Ada lima bayi yang dia beri nama : Fachrul Arifin, Lutfi Rasyidah, Cholisatun Nikmah, dan dua bayi kembar bernama Chofifah dan Afifah. Kegiatan lain adalah mensyahadatkan massal bagi penduduk desa Semugih, Petir, Nglindur, Tileng, Jeruk Wudel, Karangawen, Jepitu, Bohol, dan Pucung. Di samping itu juga mempelopori walimahan atau pernikahan yang Islami, temanten lelaki dan perempuan sebelum bersanding dihadapan naib, harus bisa menghafal 10 surat Jus Amma.
Bahkan Sujino bekerjasama dengan Corp Dawah Pedesaan (CDP), dalam memperingati hari besar Islam seperti Maulid Nabi, Isro’Mi’roj dengan mengadakan khitanan massal, bantuan air bersih dan training ibadah praktis bagi remaja dan pemuda seperti praktek memandikan jenazah, mengkafani dan menshalatkan,  kursus jadi imam dan khatib, pemberantasn judi dan Narkoba kerjasama dengan Polsek Rongkop bakti sosial berupa pembagian alat sholat, berupa sarung, rukuh, peci dan sajadah dan lain sebagainya.
Yang menjadi tantangan nyata adalah wilayah yang dia garap secara geografis termasuk wilayah yang gersang, rawan konflik, masyarakatnya masih takut dengan Islam (Islamophobia), berkembangnya sinkritisme bagi penduduk desa, dan  adanya misi Hindu kejawen yang motori oleh seorang profesor, misi Kristen yang dipelopori para misiorais dan Mahasiswa KKN dari Universitas Katolik  Atmajaya, serta misi door to door dari yayasan Gloria.”Misi dakwah yang kami jalankan sering bersinggungan dengan kelompok mereka. Tapi berkat bantuan dari tokoh masyarakat setempat, dari PCM Rongkop, PDM Gunung Kidul masih dibekali surat Tugas dari PUTM, surat izin mubaligh dari Kanwil Depag DIY dan surat jalan dari Kantor Polsek setempat, kami tidak ragu-ragu lagi dalam berdakwah,” katanya.
Untuk terjun ke desa,  Sujino mendapat pinjaman sepeda motor milik Bapak Sukasno, BA, pegawai Depnaker dan ketua Majelis Tabligh PDM Gunung Kidul sejak l999- sekarang. Bahkan dari CDP juga memberikan subsidi uang makan, minum dan transportasi sebesar Rp 10.000,-per hari.
Kendala yang sering dihadapi adalah hujan, ban kempes malam hari, terkadang harus menuntun motor sejauh 5-8 Km jalan berbatu, bekal habis, masih dicela masyarakat sekitar yang tidak setuju dengan kegiatannya berdakwah. Biasanya Sujino menginap dan menyusun jadwal dakwah di Giri Subo atau di Rongkop. Tentu saja aktivitas Sujino di lapangan ini selalu dipantau oleh Drs. H. Gozali Mukri Direktur PUTM dari kampusnya di Daengan, Gedong Kiwo MJ I/735 B Yogyakarta. Ton Martono



Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar