TUGAS KELOMPOK 1
PENGERTIAN EKONOMI ISLAM DAN PARADIGMA SISTEM NYA
DISUSUN OLEH :
·
ABDUL RAHMAN RIFAI
12630027
·
M WAHYUDIN 12630089
·
ROSIDAH HABIBATUL
FADILAH 12630063
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS EKONOMI
2013
Kata pengantar
Puju syukur kami haturkan kehadirat allah SAW, karna berkat rahmat dan
ridho nya kami dapat menyelesaikan makalah “ pengertian ekonomi islam dan
paradigm system nya” tepat pada waktu nya.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bp. Nedi hendri, S.E., M.Si.,
Akt. Sebagai dosen pengampu akuntansi perbankan syariah, dan tak lupa pula
kepada teman-teman yang telah membantu tersusun nya makalah ini baik bantuan
moril maupun materil kami ucapkan banyak terima kasih.
Kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karna itu kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan agar kami dapat
lebih baik lagi dalam menyusun makalah.
Metro, 3 – 12 – 2013
penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar………………………………………………………………………………. i
Daftar Isi
……………………………………………………… ……………………………..ii
BAB I.
PENDAHULUAN………………………………………………………………….... 1
BAB II.
PEMBAHASAN…………………..............................................................................2
Pengertian ekonomi islam dan
paradigm system nya…………………………… 2
Dasar-dasar system ekonomi islam
……………………..…………………. ……..4
Prinsip dan tujuan utama ekonomi islam…………………………………………
7
Metodologi ekonomi islam……………………..…………………………………..
9
BAB III. KESIMPULAN.......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
Pendahuluan
Sesungguhnya telah sepuluh abad sebelum orang-orang Eropa menyusun teori-teori tentang ekonomi, telah diturunkan oleh Allah Swt sebuah analisa tentang ekonomi yang khas di daerah Arab. Hal yang lebih menarik adalah bahwa analisa ekonomi tersebut tidak mencerminkan keadaan bangsa Arab pada waktu itu, tetapi adalah untuk seluruh dunia. Jadi sesungguhnya hal tersebut merupakan hidayah dari Allah Swt, Tuhan yang mengetahui sedalam-dalamnya akan isi dan hakikat dari segala sesuatu. Kemudian struktur ekonomi yang ada dalam firman Allah dan sudah sangat jelas aturan-aturannya tersebut, pernah dan telah dilaksanakan dengan baik oleh umat pada waktu itu. Sistem ekonomi tersebut adalah susatu susunan baru yang bersifat universal, bukan merupakan ekonomi nasional bangsa Arab. Sistem ekonomi tersebut dinamakan ekonomi Islam.
Sesungguhnya telah sepuluh abad sebelum orang-orang Eropa menyusun teori-teori tentang ekonomi, telah diturunkan oleh Allah Swt sebuah analisa tentang ekonomi yang khas di daerah Arab. Hal yang lebih menarik adalah bahwa analisa ekonomi tersebut tidak mencerminkan keadaan bangsa Arab pada waktu itu, tetapi adalah untuk seluruh dunia. Jadi sesungguhnya hal tersebut merupakan hidayah dari Allah Swt, Tuhan yang mengetahui sedalam-dalamnya akan isi dan hakikat dari segala sesuatu. Kemudian struktur ekonomi yang ada dalam firman Allah dan sudah sangat jelas aturan-aturannya tersebut, pernah dan telah dilaksanakan dengan baik oleh umat pada waktu itu. Sistem ekonomi tersebut adalah susatu susunan baru yang bersifat universal, bukan merupakan ekonomi nasional bangsa Arab. Sistem ekonomi tersebut dinamakan ekonomi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Ekonomi Islam dan Paradigma Sistemnya
Pengertian masa kini
ekonomi ialah satu kajian yang berkenaan dengan perilaku manusia dalam
menggunakan sumber dayanya untuk memenuhi keperluan mereka. Sedangkan dalam
pengertian Islam, ekonomi adalah satu sains sosial yang mengkaji masalah
masalah ekonomi manusia yang didasarkan kepada asas asas dan nilai nilai Islam.
Ekonomi Islam seringkali dimasukkan sebagai cabang ilmu yang mempelajari
metode memahami dan memecahkan masalah ekonomi yang didasarkan pada
ajaran Islam. Perilaku manusia sebagai komunitas sosial yang didasarkan
pada ajaran Islam inilah yang menjadi dasar pembentukan perekonomian
Islam itu sendiri. Dengan demikian ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai
sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perpektif Islam (tadbîr
syu’un al-mâl min wijhah nazhar al-islam) (An-Nabhani, 1990).
Ekonomi Islam secara
epistemologis kiranya dapat dibagi menjadi dua disiplin ilmu; Pertama, ekonomi
Islam normatif, yaitu studi tentang hukum-hukum syariah Islam yang
berkaitan dengan urusan harta benda (al-mâl). Ekonomi Islam normatif ini oleh
Taqiyuddin an-Nabhani (1990) disebut sistem ekonomi Islam (an-nizham
al-iqtishadi fi al-Islâm). Kedua, ekonomi Islam positif, yaitu
studi konsep-konsep Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda, khususnya
yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa.
. Islam
menempatkan etika sebagai kerangka dalam ilmu ekonominya.
Dengan demikian ekononomi Islam dikonsepkan sebagai kerangka nilai
yang integratif yang ditujukkan untuk pencapaian kemenangan (falah) di mana
ekonomi Islam tidak hanya sebagai ulasan deskriptif empiris
atas perilaku umat Islam, namun juga membentuk suatu
perekonomian yang membawa umat manusia dalam pencapaian kemenangan
hidupnya yang hakiki ( P3EI, 2008:26).
Pada bagian dasarnya
atau landasan teori ekonomi Islam terbangun atas beberapa pokok prinsip, yakni
prinsip tauhid, al-Adl, nubuwah, khilafah dan ma’ad (Chapra, 2000:6). Adapun
paradigma sistem ekonomi Islam terbagi dalam 2 (dua) bagian; paradigma umum,
yaitu aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-qa’idah fikriyah)
bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem ekonomi Islam, sistem politik
Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya. Kedua adalah paradigma khusus
(cabang) sebagai sejumlah kaidah umum yang lahir dari aqidah Islam yang
menjadi landasan bagi bangunan sistem ekonomi Islam.
Paradigm system ekonomi islam
Syaikh Taqiyuddinan-Nabhani (2001) menggunakan istilah lain yang maknanya
hampir sama dengan paradigma, yaitu al-qa’idah fikriyah,
yang berarti pemikiran dasar yang menjadilandasan bagi
pemikiran-pemikiran lainnya.Dengan pengertian itu, paradigma sistem ekonomi
Islam ada 2 (dua), yaitu:
Pertama para digma umum
, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-qa’idah
fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem ekonomi Islam,
sistem politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya.
Kedua, paradigma khusus (cabang),
yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar dalam
Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus menjadi landasan
bangunan sistem ekonomi Islam
Paradigma khusus ini terdiri dari tiga
asas(pilar), yaitu:
(1) kepemilikan (al-milkiyah) sesuai syariah,
(2) pemanfaatankepemilikan
(tasharruf fi al-milkiyah) sesuai syariah, dan
(3) distribusi kekayaankepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina
al-nas), Melalui mekanisme syariah.
Paradigma sistem ekonomi islam sngat
berbeda dan bertentangn dengan paadigma sistem ekonomi kapitalis yaitu
sekuralisme ( pemisahaan agama dari kehidupan ) sedangkan Aqidah
Islamiyahsebagai paradigma umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam adalah
agamadan sekaligus ideologi sempurna yang mengatur segala asek kehidupan tanpa
kecuali,termasuk aspek ekonomi.
Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam
Sistem Ekonomi menurut
pandangan Islam mencakup pembahasan tentang tata cara perolehan harta kekayaan
dan pemanfaatannya baik untuk kegiatan konsumsi maupun distribusi.
Sebagaimana dikutip oleh Muhammad (2007:12-13), menurut an-Nabhany (1990)
asas yang dipergunakan untuk membangun sistem ekonomi dalam pandangan Islam
berdiri dari tiga pilar (fundamental) yakni
bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut
kepemilikan (al-milkiyah), lalu bagaimana pengelolaan kepemilikan harta
(tasharruf fil milkiyah), serta bagaimana distribusi kekayaan di
tengah masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas).
Pilar Pertama : Pandangan Tentang
Kepemilikan (AI-Milkiyyah)
Dalam pandangan Islam
kepemilikan (property) dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (1). Kepemilikan individu (private property);
(2) kepemilikan umum (collective property);
dan
(3) kepemilikan negara (state property)
(Sami, 1990: 28)
1) Kepemilikan Individu (private property)
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum
syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan
siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut. An-Nabhaniy
(1990) mengemukakan sebab-sebab kepemilikan yang terbatas pada lima hal, yakni
bekerja, warisan, kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup, harta pemberian
negara yang diberikan kepada rakyat, harta-harta yang diperoleh dengan tanpa
mengeluarkan harta atau tenaga apapun.
2). Kepemilikan Umum (collective property)
Kepemilikan umum adalah izin as-Syari’ kepada
suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda. Berkaitan dengan pemilikan
umum ini, hukum Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang
akan sekelompok kecil orang. Dan pengertian di atas maka benda-benda yang
termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok :
a.
Benda-benda yang merupakan fasilitas umum,
dimana kalau tidak ada
di dalam suatu negeri atau suatu
komunitas, maka akan menyebabkan kesulitan dan orang akan berpencar-pencar
dalam mencarinya
b. Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar
Bahan tambang dapat dikiasifikasikan menjadi
dua, yaitu bahan tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya, yang tidak termasuk
berjumlah besar menurut ukuran individu, serta bahan tambang yang sangat banyak
(hampir tidak terbatas) jumlahnya. Barang tambang yang sedikit (terbatas)
jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh dimiliki secara pribadi, dan
terhadap bahan tambang tersebut diberlakukan hukum rikaz (barang temuan), yang
darinya harus dikeluarkan khumus, yakni 1/5 bagiannya (20%).
c. Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk
dimiliki hanya oleh individu secara perorangan.Yang juga dapat dikategorikan
sebagai kepemilikan umum adalah benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah
hanya dimiliki oleh pribadi.
3). Kepemilikan Negara (state property)
Harta-harta yang termasuk milik negara adalah
harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin yang pengelolaannya menjadi
wewenang negara untuk memberikan kepada sebagian warga negara, sesuai dengan
kebijakannya. (Solahudin, 2001:32)
Pilar Kedua : Pengelolaan Kepemilikan
(at-tasharruf fi al milkiyah)
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya
adalah milik Allah SWT. kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia
untuk menguasi harta tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah
memiliki harta tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta
tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya (Siddiqi,1985
&Naqvi, 1981). Hanya saja dalam memanfaatkan dan mengembangkan harta yang
telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan
hukum Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan harta. Dan
hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang
seperti untuk membeli barang-barang yang haram seperti minuman keras, babi.
Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan
dengan kepemilikan umum (collective property) itu adalah hak negara, karena
negara adalah wakil ummat. Adapun mengelola kepemilikan yang berhubungan dengan
kepemilikan negara (state property) dan kepemilikan individu (private property)
telah jelas dalam hukum-hukum baitul mal serta hukum-hukum muamalah, seperti
jual-beli, penggadaian dan sebagainya.
Pilar Ketiga : Distribusi Kekayaan di
Tengah-tengah Manusia
Karena distribusi kekayaan termasuk masalah
yang sangat penting, maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang
berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi kekayaan kepada individu,
dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta
transaksi-transaksi yang wajar (Sholahudin, 2001: 32-33).
Secara umum mekanisme yang ditempuh oleh
sistem ekonomi Islam dikelompokkan menjadi dua, yaknimekanisme ekonomi dan mekanisme
non-ekonomi. Mekanisme ekonomi yang ditempuh sistem ekonomi Islam dalam
rangka mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya
dengan sejumlah cara, yakni :
1.
Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya
sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu.
2.
Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya
pengembangan kepemilikan (tanmiyah al-milkiyah) melalui kegiatan
investasi.
3.
Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan
zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi. Pada gilirannya
akan menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
4.
Mengatasi peredaran kekayaan di satu daerah tertentu saja dengan
menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.
5.
Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat
mendistorsi pasar.
6.
Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada
penguasa.
7.
Pemanfaatan secara optimal hasil dari barang-barang (SDA) milik
umum (al- milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang
tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Pendistribusian harta dengan mekanisme non-ekonomi tersebut
adalah :
1. Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai
memerlukan.
2. Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada
para mustahik.
3. Pemberian infaq, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah dari orang
yang mampu
4. Pembagian harta waris kepada ahli waris dan lain-lain.
Prinsip dan Tujuan Utama Sistem
Ekonomi Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam terdapat beberapa prinsip,
diantaranya adalah:
1.
Hak milik peribadi, Islam memperakui pemilikan hak perseorangan
dan menempatkan hak ini ditempat yang paling sesuai dengan fitrah
manusia. Islam melihat bahawa manusia adalah makhluk yang memiliki
dorongan dorongan memiliki dan menyukai harta benda.
2.
Kebebasan mencari sumber pendapatan,Islam memberikan kepada
setiap orang hak dan kebebasan dalam menentukan corak kehidupannya. la bebas
memilih kerja kerja yang ia minati asalkan tidak bertentangan dengan syari’at
Islam.
3.
Ke’adilan sosial; kegiatan ekonomi adalah sebahagian daripada
ruang lingkup Islam yang syumul.
4.
Hak pewarisan; di antara prinsip yang ditetapkan oleh Islam
dalam memperolehi hak milik ialah melalui hak pewarisan. Hak pewarisan
berdasarkan kepada fitrah manusia, keadilan dan penghormatan terhadap kehendak
dan cita cita pemilik. Islam memandang bahwa hak pewarisan adalah salah satu alat
yang utama bagi mencapai ke’adilan sosial di dalam masyarakat.
Adapun tujuan-tujuan ekonomi menurut Islam adalah
1.
Menunaikan sebahagian daripada tuntutan ibadah
2.
Menegakkan keadilan sosial dan ekonomi dalam masyarakat
Sistem ekonomi
yang berteraskan kepada kerjasama dan kesaksamaan akan mewujudkan rasa kasih
sayang, sifat tanggungjawab dan tolong menolong di antara satu sama lain.
3.
Menghapuskan kemiskinan dan keadaan guna tenaga penuh serta
kadar perkembangan ekonomi yang optimum.
Di dalam Islam
kegiatan ekonomi adalah satu ibadah dan ia merupakan amanah Allah kepada orang
orang yang beriman. Kegiatan ekonomi mempunyai kesan terhadap kerohanian dan
keimanan kaum muslimin. Maka tujuan ekonomi di dalam Islam ialah, pertama;
untuk menghapuskan ataupun mengatasi masalah kemiskinan, kedua; mewujudkan
peluang pekerjaan yang penuh, dan ketiganya; mengekalkan kadar pertumbuhan yang
optimum dan sesuai menurut perkembangan kebendaan dan kerohanian masyarakat.
4.
Mewujudkan kestabilan barangan sejajar dengan nilai mata uang
Sistem ekonomi
mewujudkan kestabilan pasaran melalui sikap setup anggota masyarakat yang tidak
mementingkan diri sendiri serta sentiasa bersedia membantu dan berkorban demi
kepentingan anggota anggota masyarakat yang lain.
5.
Mengekalkan keamanan dan kepatuhan terhadap undang-undang
Asas asas
ekonomi Islam bersandarkan kepada tuntutan tuntutan iman dan akhlak serta
sedikit kuatkuasa undang undang. Namun dalam pengertian sistem akhlak Islam
yang sebenar, tuntutan tuntutan akhlak ini tidak dapat dilaksanakan secara
teguh tanpa bernaung di bawah satu sisten yang mempunyai kewibawaan untuk
menegakkan undang undang.
6.
Mewujud keharmonian hubungan antarabangsa dan memastikan
kekuatan pertahanan negara. Menurut Islam keharmonian hubungan antarabangsa
wujud di atas dasar kerjasama sosial dan ekonomi dan bukan di atas penindasan
terhadap keduanya.
Adapun
ciri-ciri utama ekonomi Islam adalah sistem ekonomi Islam berdasarkan pada
sistem Islam yang menyeluruh dan mewujudkan keseimbangan di antara kepentingan
individu dengan kepentingan masyarakat.
Metodologi Ekonomi Islam
Pencapaian ekonomi Islam sebagaimana disinggung di atas
adalah terwujudnya kemenangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup
dunia akhirat. Persoalan pertama yang muncul adalah bagaimana
cara mencapainya yang lebih dikenal dengan metodologi yang
digunakan dalam pencapaiannya, yaitu Islam yang didasarkan
pada al Quran dan Sunah Nabi, dapat dijadikan dari
kedua sumber ini pengetahuan dan kemampuan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Ada beberapa bahasan tentang bab ini yakni, tentang
rasionalitas Islam, kedudukan dan peran etika dan syariah Islam dalam
ekonomi.
1.
Konsep rasionalitas Islam. Dalam pembahasan ekonomi selalu
dilandaskan pada asumsi mengenai perilaku ekonominya, maka dalam pengambilan
keputusan diasumsikan adanya perilaku berpikir, bertindak dan bersikap
secara rasional (P3EI, 2008:27).
Terminologi
rasionalitas dibangun atas kaidah-kaidah logika yang
dapat diterima akal secara universal dan tidak dilakukan
pengujian untuk membutikannya sebagai aksioma. Weber menyebutkan
bahwa rasionalitas merupakan konsepsi kultural yang
bersifat unik sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya.
Rasionalitas Islam kiranya dapat dijabarkan secara terinci
sebagai berikut :
1.
Setiap perilaku ekonomi
adalah diarahkan pada pencapaian maslahah. Beberapa
ketentuan kaidahnya adalah bahwa Maslahah yang lebih besar lebih
disenangi daripda yang lebih kecil. Lalu maslahah kiranya
dapat diikhtiarkan secara jangka panjang dan berkesinambungan.
2.
Setiap pelaku ekonomi selalu
berusaha untuk tidak melakukan kemubaziran
(non-wasting)
3.
Setiap pelaku ekonomi selalau berusaha
untuk tidak meminimumkan resiko (risk aversion). Resiko
merupakan bagian yang tidak menyenangkan dan dapat menyebabkan
penurunan maslahah yang diterima. Ada beberapa bahasan tentang
aksioma resiko, yaitu resiko yang bernilai, resiko yang tidak
bernilai
4.
Setiap pelaku ekonomi dihadapkan
pada situasi ketidakpastian
5.
Setiap pelaku berusaha melengkapi
informasi dalam upaya meminumkan resiko
Dalam ajaran
Isam terdapat beberapa nilai aksioma universal yang diajarkan,
yaitu adanya kehidupan setelah mati, kehidupan
akhirat sebagai akhir atas segala kehidupan dan
sumber informasi yang sempuran adalah kitab suci Quran
dan Sunah.
Aksioma-aksioma ini menjadi
penting bagi pelaku yang memiliki rasionalitas Islam dalam
jangka waktu yang tak terbatas. Dalam basis ajaran
Islam, maka berdasar pada aksioma quasi concavity bahwa
pelaku ekonomi pasti akan melakukan harmonisasi
maslahah di dunia dan akhirat dengan cara
mengorbankan kenikmatan di dunia ini demi kenikmatan di
akhirat.
1.
Etika, rasionalitas dan hubungannnya dengan syariah, fiqh dan
ekonomi Islam.
Aspek
moral merupakan standar perilaku yang dapat diterima
oleh masyarakat. Hal yang dianggap rasional oleh
paham konvensional dapat pula dianggap tidak
rasional bagi Islam dan sebaliknya. Bagi paham
relativisme (utilarianisme) sebagai contohnya adalah minuman keras
merupakan tindakan rasional yang tidak mendatangkan kerugian
masyoritas, tetapi minum-minuman keras bagi Islam dapat
menjauhkan diri dari maslahah yang diterima baik secara
agama, fisik maupun intelektual. Ekonomi Islam memberikan
aturan bagi perilaku ekonomi berdasarkan rasional ekonomi,
maka etika perilaku ekonomi didasarkan pada
ajaran Islam tidak hanya kesepakatan sosial.
Adapun sikap rasional islami diperoleh karena
adanya sumber yang berasal dari fakta empiris dan ayat
Quran. Dalam hal ini syari`ah Islam berfungsi sebagai
sumber informasi yang bersal dari Allah dan
rasulnya, sedangkan fungsi yang lainnya adalah memberikan kontrol terdapat
perilaku manusia dari tindakan rugi yang jauh dari kemenangan
pencapaian tujuan hidup (falah). Beberapa kaidah pokok Fiqh
tersebut adalah :
a) Pada dasarnya setiap
muamalah adalah diperbolehkan kecuali terdapat larangannya terdapat daam al Quran dan
Sunnah
b) Hanya Allah yang mempunyai
kuasa menghalalkan dan mengharamkan sesuatu.
c) Sesuatu yang najis
dan merusak adalah haram
d) Sesuatu yang menyebabkan pada
haram juga dihukumi haram
e) Tujuan seseorang tidak
padat mengubah yang haram menjadi halal.
f) Halal dan haram
adalah berlaku bagi siapapun muslim yang berakal, merdeka
g) Keharusan adanya
skala prioritas dalam pengambilan keputusan
1.
Menghindari kerusakan yang lebih
didahulukan dari mencari kebaikan
2.
Kepentingan sosial dan luas diutamakan daripada
kepentingan individu yang sempit
3.
Manfaat yang kecil dapat
dikorbankan untuk kemanfaatan yang lebih besa
4.
Bahaya yang kecil dapat
dikorbankan untuk menghidari bahaya yang lebih besar.
5.
Kaidah-kaidah tersebut di atas dapat dijadikan
pedoman teori dan praktek ekonomi Islam (P3EI, 2008 :35).
Adapun yang menjadi kerangka teori dalam ekonomi Islam
adalah adanya unsur kebenaran dan dan kebaikan. Dalam
pandangan Islam kebenaran dan kebaikan ada yang mutlak
dan ada yang relatif, kebenaran yang mutlak hanya
berasal dari Allah; al Quran dan Sunnah sedangkan yang
bersifat relatif bersumber dari fenomena alam semesta.
Dari pembahasan di atas tampak bahwa Islam dengan aturan syariah maupun nilai
etis dan ajaran moral yang ditetapkan telah memiliki landasan konsep yang jelas
pada ranah ekonomi secara menyeluruh dan memadahi dalam upaya pencapaian
tujuan, falah umat Islam. Persoalan yang muncul dalam hemat saya adalah bentuk
reaktualisasi dari konsep dasar yang terkandung didalamnya cenderung masih
lemah dan membutuhkan tahapan pelaksanaan lanjutan, yakni upaya
harmonisasi dengan konsep ekonomi konvensinal lainnya sejauh bahwa
konsepsi-konsepsi yang diakomodasi dari luar konsep Islam tersebut memiliki
keselarsan nilai serta memberikan daya dukung yang positif.
Dengan pola yang komperhensif pada perpaduaan antara nilai-nilai
agama ke dalam interaksi sosial-ekonomi, ekonomi Islam tampaknya jauh akan
lebih akomodatif dalam merespon dinamika perkembangan masyarakat. Dengan
demikian darapannya adalah landasan etis dan komprehensifnya aturan yang
tertuang di dalam ekonomi Islam ini akan mampu menjadi jembatan
atas perseteruan sistem ekonomi lain yang sementara lalu diagung-agungkan
sebagai sebuah sistem ekonomi yang mapan dan final.
Simpulan
Sistem ekonomi Islam memiliki dasar asas yakni
kepemilikan (al-Milkiyah), pengelolahan kepemilikan dan distribusi kepemilikan
ditengah kehidupan manusia. Dari uraian landasan-landasan nilai yang
melingkupinya, sistem ekonomi Islam hadir sebagai tawaran alternatif atas
kebuntuhan sitem ekonomi dominan atas permasalahan ekonomi dewasa ini. Sistem
Ekonomi Islam yang terjelaskan di atas sangat diilhami dan diselimuti dengan
landasan nilai etis dan tampaknya menjadi penting sebagai aturan
perilaku ekonomi yang semakin mengarah pada dehumanisasi, eksploitasi dan
ketidakadilan serta ketimpangan sosial yang menjadi realitas sosial kehidupan
manusia dalam bingkai sistem ekonomi kapitalistik.
Gerakan yang komperhensif yang mensinergikan antara nilai
material-duniawi dengan nilai spiritual-ukhrowi dalam interaksi sosial-ekonomi
hemat saya adalah identitas nilai etis yang mendasari ekonomi Islam yang
tidak sekedar positivistik sebagaimana konsep dasar yang menjiwai sistem
ekonomi dominan ”konvensional” lainnya dewasa in
artikelnya bagus sekali bos,.semoga tambah bermanfaat bagi pembaca,.
BalasHapushttp://wijayajatimebel.com/
aminn,,,thx bos udah berkunjung :)
Hapus